Diduga Terima Suap Rp 10 Miliar, Mantan Bupati Bursel Ditetapkan Tersangka oleh KPK

MALUKU, EDISIINDONESIA.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan mantan Bupati Buru Selatan (Bursel), Tagop Sudarsono Soulissa (TSS) sebagai tersangka.

Mantan Bupati Bursel dua periode itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap, gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), terkait pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bursel pada 2011-2016 silam.

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, menegaskan, penetapan TSS sebagai tersangka telah didasari dengan adanya bukti permulaan yang cukup. Menurut Lili, TSS diduga menerima sejumlah uang dari pengusaha yang mengerjakan proyek infrastruktur jalan dalam kota, peningkatan jalan dalam kota, serta peningakatan ruas dalam kota.

“TSS (Tagop Sudarsono Soulisa, red) menggunakan orang kepercayaan untuk menerima uang dengan nilai fee Rp 10 miliar,” ungkap Lili, dalam konferensi pers, Rabu (26/1/2022), didampingi Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

Selain suami dari Bupati Bursel, Safitri Malik Soulissa, KPK juga menetapkan dua tersangka lain, yakni orang kepercayaan TSS, atas nama Johny Rynhard Kasman (JRK) dan satu orang dari pihak swasta atas nama Ivana Kwelju (IK).

Lili mengungkapkan, Tagop selaku Bupati Bursel diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai sekitar Rp 10 miliar dari sejumlah kontraktor, salah satunya Ivana Kwelju. Suap itu diberikan Ivana karena dipilih mengerjakan salah proyek yang anggarannya bersumber dari dana DAK Kabupaten Buru Selatan.

“Penerimaan uang Rp 10 miliar dimaksud, diduga tersangka TSS membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor,” terang Lili.

Ia memaparkan, sejak awal menjabat sebagai Bupati Bursel, Tagop telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas PUPR Bursel. Di antaranya dengan mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

“Atas informasi tersebut, TSS kemudian merekomendasikan dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung,” kata Lili.

Dari penentuan para rekanan itu, Tagop diduga meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 sampai 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan. Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK), ditentukan besaran fee sebesar 7 sampai 10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

Proyek-proyek yang menjadi bancakan Tagop, di antaranya, proyek pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp 3,1 miliar, proyek peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar, proyek peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar, serta proyek peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 miliar.

“Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, tersangka TSS diduga menggunakan orang kepercayaannya yaitu tersangka JRK untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditransfer ke rekening bank milik tersangka TSS,” papar Lili.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Tagop dan Johny dijebloskan KPK ke Rutan Polres Jakarta Timur. Sementara orang kepercayaannya, Johny ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Kedua tersangka ditahan untuk 20 hari pertama atau setidaknya hingga 14 Februari 2022.

Atas kasus ini, Tagop dan tersangka JRK disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 dan atau pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sementara itu, untuk tersangka Ivana, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, terhadap tersangka Ivana, belum dilakukan penahan karena tidak kooperatif.

“KPK mengimbau tersangka IK (Ivana, red) untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tim penyidik yang akan segera disampaikan,” tegas Lili. (red/EIn)

Reporter: Fauzi

Comment