PB HMI Desak Kejaksaan Agung Transparan dalam Proses Hukum IUP PT. CSM

JAKARTA, EDISIINDONESIA.id- Dugaan penggunaan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) palsu oleh PT. Citra Silika Mallawa (CSM) terus menjadi sorotan. Kali ini, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera melakukan proses hukum yang transparan terhadap Direktur Utama PT. CSM dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan pemalsuan IUP.

Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral PB HMI, melalui Wakil Sekretaris Jenderal Munawir, menjelaskan bahwa penggunaan dokumen IUP yang diduga palsu oleh PT. CSM telah menjadi topik hangat di kalangan masyarakat, khususnya di Kabupaten Kolaka Utara.

“Hampir semua kalangan masyarakat Kabupaten Kolaka Utara menyoroti masalah ini. Bahkan, pemerintah Kabupaten Kolaka Utara yang mengeluarkan IUP pada saat itu telah menegaskan dan tidak mengakui adanya IUP dengan luas 475 Ha tersebut,” ungkap Munawir, Selasa (12/11/2024).

Munawir menekankan pentingnya proses penegakan hukum yang transparan dan cepat mengingat kerugian negara akibat penggunaan dokumen IUP yang diduga palsu tidaklah sedikit.

“Ini sesuatu yang tidak boleh dibiarkan. Negara tidak boleh membiarkan kekayaan alamnya dikelola dengan cara-cara yang curang. Kejaksaan Agung, melalui Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus, sebagai perangkat negara harus segera mengambil langkah konkret melalui rangkaian penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana penggunaan dokumen IUP palsu oleh PT. CSM yang telah menyebabkan kerugian negara tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga ekologi,” lanjutnya.

Munawir juga mendesak Kejaksaan Agung untuk memanggil semua pihak yang terlibat dalam proses penerbitan izin, termasuk penerbitan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dalam aktivitas pertambangan PT. CSM.

“Ada dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan secara terstruktur dan masif. Penerbitan RKAB tentu dengan memperhatikan IUP yang dimiliki oleh perusahaan. Sejak dulu, Pemerintah Daerah telah menyurati bahwa mereka tidak mengakui adanya IUP dengan luas 475 Ha. Bahkan, mantan Bupati Kolaka Utara, Bapak Rusda Mahmud, yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Komisi VII DPR RI, dengan tegas tidak mengakui adanya IUP tersebut. Oleh karena itu, sangat penting bagi Kejaksaan Agung untuk memanggil semua pihak yang terkait,” tegas Munawir.

Sebagai informasi, PT. CSM yang beroperasi di wilayah Sulaho, Lasusua, Kolaka Utara, terus menuai protes akibat dugaan penggunaan dokumen IUP palsu.

Surat Keputusan Bupati Kolaka Utara yang ditandatangani oleh Bapak Rusda Mahmud, bernomor 540/62 tahun 2011 tentang peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi tertanggal 14 Maret 2011, ditemukan dalam dua versi. Versi pertama mencakup area seluas 20 Ha dengan masa berlaku selama 10 tahun, berakhir pada 14 Maret 2021. Versi kedua mencakup area seluas 475 Ha dengan masa berlaku selama 15 tahun, berakhir pada 14 Maret 2026.

Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara sebelumnya juga telah melayangkan surat nomor 540/156 tertanggal 17 Februari 2022, kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, untuk mengoreksi pendaftaran IUP PT. CSM.

“Bahwa luas IUP OP yang kami cantumkan seluas 475 Ha, padahal seharusnya adalah 20 Ha. Masa berlaku yang kami tetapkan selama 15 tahun hingga tanggal 14 Maret 2026, padahal sebenarnya masa berlaku adalah 10 tahun hingga 14 Maret 2021,” demikian bunyi surat permohonan koreksi tersebut.

Desakan PB HMI untuk transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum IUP PT. CSM menyoroti tantangan yang terus dihadapi dalam memastikan praktik pertambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan di Indonesia. Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat dan mekanisme hukum yang kuat untuk mencegah eksploitasi sumber daya alam melalui cara-cara yang tidak sah.(**)

Comment