EDISIINDONESIA.id- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjadi sorotan publik setelah Universitas Indonesia (UI) mencabut gelar doktornya. Kasus ini mengundang perbandingan dengan kasus mantan Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri, yang dipecat dari Kabinet Merah Putih karena masalah serupa.
Bahlil, yang juga Ketua Umum Partai Golkar, menghadapi polemik terkait disertasinya. Edi Subkhan, pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), menilai kasus ini berpotensi merusak citra Kabinet Prabowo Subianto. “Jika Pak Prabowo merasa hal ini mencoreng citra kabinet dan mengganggu agenda politiknya, reshuffle mungkin terjadi,” ujar Edi kepada wartawan, seperti dikutip RMOL.id (27/02/2025).
Sidang etik Dewan Guru Besar UI menemukan Bahlil melanggar aturan akademik, termasuk perlakuan khusus dan konflik kepentingan dalam penyusunan disertasinya. “Ini preseden buruk bagi penyelenggara negara dan contoh buruk bagi praktisi dan politisi,” tambah Edi.
Sebelum sidang etik, Tim Investigasi Pengawasan Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi UI telah mencabut gelar doktor Bahlil berdasarkan Peraturan Rektor UI Nomor 26 Tahun 2022.
Kasus ini berdampak serius pada posisi Bahlil di kabinet. Ia tak hanya bertanggung jawab atas kinerja di sektor ESDM, tetapi juga harus menjaga integritas sebagai pejabat publik. Perlakuan istimewa yang diterima selama proses akademik semakin memperburuk citra dan potensi menurunkan kepercayaan Presiden Prabowo.
Spekulasi reshuffle kabinet pun muncul. Jika Prabowo menilai kasus ini mengganggu stabilitas kabinet dan agenda politiknya, Bahlil mungkin bernasib sama dengan Satryo Soemantri. Namun, keputusan akhir ada di tangan Presiden Prabowo. Publik menantikan langkah tegas pemerintah untuk menegakkan integritas dan akuntabilitas pejabat negara.
Kasus Bahlil menjadi pengingat pentingnya integritas akademik dan etika kepemimpinan, terutama bagi pejabat pemerintahan.(edisi/pojoksatu)
Comment