KENDARI, EDISIINDONESIA.id – Himpunan Masyarakat Demokrasi (Himarasi) Sultra dan Persatuan Pemuda Pemerhati Daerah (P3D) Konawe Utara kembali menyoroti sikap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara yang dinilai bungkam dalam menindak berbagai kasus pertambangan di wilayah Bumi Anoa.
Ketua kedua organisasi tersebut, Jefri, mengungkapkan sejumlah persoalan yang hingga kini tak kunjung menemukan titik terang.
Menurut Jefri, ada sekitar 50 perusahaan tambang di Sultra yang belum membayarkan Dana Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), namun Kejati Sultra seolah tidak bergerak menindaklanjutinya. Selain itu, ia menyoroti status barang sitaan kargo ilegal di Blok Morombo, Konawe Utara, yang hingga kini tidak jelas keberadaannya.
“Kasus ini sudah bertahun-tahun, tapi kejelasannya nol. Apakah sudah dilelang atau diam-diam dijual? Sampai sekarang tidak ada transparansi. Ini wilayah Kejari Konawe, jadi kami menduga ada permainan. Apakah barang sitaan itu sudah dipindahkan atau dijual di bawah tangan?” ujar Jefri, Rabu (26/2/2025).
Tak hanya itu, Jefri juga menyoroti kasus besar yang melibatkan PT Indonusa. Perusahaan ini diduga melakukan aktivitas hauling di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Antam Tbk. Padahal, status IUP PT Antam saat ini tengah dalam proses denda oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena pembukaan kawasan hutan lindung tanpa izin.
“Lagi-lagi, PT Indonusa bisa beroperasi dengan mudah berkat rekomendasi dari Dinas PTSP Sultra dan Dinas Kehutanan. Ada apa ini? PT Antam di beberapa media mengaku tidak tahu-menahu soal ini, tapi kami menduga ada pembiaran. Lebih dari itu, kami juga menduga PT Antam menerima fee dari aktivitas hauling yang berlangsung di dalam kawasannya,” tegasnya.
Menurut Jefri, sikap Kejati Sultra dalam menangani kasus pertambangan sangat lemah. Ia bahkan mempertanyakan kinerja Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sultra selama delapan bulan menjabat.
“Selalu dijanjikan akan ada jilid II penyelidikan, tapi kapan? Kejaksaan selalu bilang ‘akan, akan, akan’, tapi sampai sekarang nihil hasil. Kami pertanyakan, apa yang dikerjakan Kajati Sultra selama ini dalam menangani kasus tambang?” katanya.
Sebagai bentuk protes, P3D Konawe Utara dan Himarasi Sultra melepas 100 ekor tikus di halaman kantor Kejati Sultra. Aksi simbolis ini, menurut mereka, mencerminkan adanya “tikus-tikus” di dalam institusi tersebut serta sebagai pengingat bahwa Kejati Sultra sedang “tidak baik-baik saja”.
Menanggapi tudingan tersebut, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sultra, Dody, menegaskan bahwa pelelangan barang bukti kargo ilegal di Blok Morombo telah dilakukan pada 19 Desember 2024. Namun, karena harga yang tinggi, tidak ada peminat.
“Karena tidak ada yang berminat, maka kami akan melakukan lelang ulang dalam waktu dekat,” ujarnya.
Dody juga menyampaikan bahwa saat ini Kejati Sultra masih fokus pada kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait kasus Antam di Mandiodo serta beberapa perkara lain, termasuk yang berada di Antam Pomalaa.
Terkait 50 perusahaan yang belum membayar denda administratif PNBP PPKH, Kasi V Bidang Intelijen Kejati Sultra, Ruslan, menjelaskan bahwa penagihannya telah dikembalikan ke kementerian terkait.
“Tiga perusahaan sudah membayar langsung ke Kementerian Kehutanan. Kami hanya mengumpulkan data dan memberikan keterangan. Ada yang mau membayar, ada yang enggan. Semua kami kembalikan ke kementerian terkait,” terang Ruslan.
Ia juga menegaskan bahwa 50 perusahaan tersebut wajib melunasi denda sebelum bisa mendapatkan Perizinan Pinjam Pakai Kawasan Hutan (PPKH).
“Berdasarkan UU Cipta Kerja, mereka diampuni asalkan membayar denda administratif. Setelah itu, baru mereka bisa mendapatkan PPKH untuk menambang di kawasan hutan,” jelasnya.
Menariknya, Ruslan menyebut bahwa saat ini penanganan perkara pertambangan ilegal telah dialihkan ke Kementerian Pertahanan sesuai dengan Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.
“Satgas yang menangani diketuai oleh Menteri Pertahanan, dengan Wakil I Jaksa Agung, Wakil II Panglima TNI, dan Wakil III Kapolri. Pelaksananya adalah Jampidsus,” pungkasnya. (**)
Comment