KONSEL, EDISIINDONESIA.id– Seorang kakek bernama Asmara di Desa Lawisata, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, melakukan perlawanan dramatis terhadap perusahaan tambang nikel CV Nusantara Daya Jaya (NDJ) dan PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS).
Ia nekat berbaring di bawah truk perusahaan untuk menghentikan perampasan lahan milik istrinya, Sunaya, yang telah sah dimenangkan dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Andoolo pada Desember 2024.
Lahan seluas 9 hektare tersebut diklaim oleh warga bernama Kumbolan berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) tahun 2024.
Namun, Sunaya telah memiliki lahan tersebut sejak 2010, lengkap dengan SKT dan bukti kepemilikan lainnya. Sengketa ini berujung pada gugatan di PN Andoolo, yang dimenangkan Sunaya.
Kuasa hukum Sunaya, Fahrial Ansar, menjelaskan bahwa meskipun lahan tersebut sempat dikelola ayah Kumbolan pada tahun 1985, kepemilikan telah berganti beberapa kali hingga akhirnya dibeli Sunaya pada 2010.
Sejak saat itu, Sunaya mengelola lahan, menanam berbagai komoditi termasuk kelapa, dan secara rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Bukti-bukti yang diajukan di persidangan, termasuk dokumen kepemilikan dan kesaksian, berhasil meyakinkan hakim. Sebaliknya, klaim Kumbolan berdasarkan SKT 2024 dan dokumen yang saling bertentangan, dianggap tidak sah oleh pengadilan.
Ironisnya, setelah putusan pengadilan, CV NDJ dan PT GMS justru melakukan penggusuran paksa dan memulai aktivitas penambangan. Perlawanan persuasif Asmara diabaikan. Puncaknya, pada 24 Januari 2025, Asmara kembali menghadang alat berat perusahaan.
Aksi ini viral dan mendorong kesepakatan antara Kumbolan, CV NDJ, PT GMS, Kapolsek Laonti, dan Babinsa untuk menghentikan sementara aktivitas penambangan hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Namun, CV NDJ mengingkari kesepakatan tersebut dan kembali beroperasi pada 26 Januari 2024. Asmara pun kembali mengusir alat berat dan memasang tanda kepemilikan lahan yang mencantumkan nomor putusan PN Andoolo: 17/PDT.G/2024/PN ADL.
Fahrial Ansar menegaskan bahwa CV NDJ mengabaikan putusan pengadilan yang menyatakan sahnya SKT Sunaya tahun 2010 dan menyatakan aktivitas penambangan PT GMS dan CV NDJ di lahan tersebut sebagai perbuatan melawan hukum.
Putusan tersebut secara spesifik menyebutkan bahwa penebangan pohon oleh tergugat untuk dijadikan lahan pertambangan merupakan tindakan melawan hukum.
Terakhir, Asmara menyampaikan permohonan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menindak tegas perusahaan tambang tersebut dan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT GMS.(**)
Comment