Hentikan Penyidikan Dugaan Korupsi Gedung Kantor Dinas ESDM Sultra, Ini Penjelasan Kejari Kendari

KENDARI, EDISIINDONESIA.id – Setelah membuat gempar dengan melakukan penggeledahan di kantor ESDM Sultra pada Selasa 5 Maret 2024, Kejari Kendari menghentikan penyidikan perkara tersebut.

Kasi Intel Kejari Kendari Bustanil menerangkan bahwa penyidikan perkara ini dihentikan karena tidak ada kerugian negara yang ditemukan.

“Diawali dengan adanya laporan pengaduan masyarakat terkait adanya pembangunan gedung kantor ESDM yang pembangunannya tidak selesai dan tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya,” kata Bustanil dalam keterangan resminya, Jumat (9/8/2024).

Ia menyampaikan, sebelumnya Kajari Kendari menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan untuk menyelidiki ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum pada kegiatan pembangunan dimaksud.

Dalam proses penyelidikan, Tim Penyelidik melakukan pengumpulan bahan data dan keterangan dari berbagai sumber, termasuk Inspektorat Sultra.

Inspektorat mengungkap adanya keuangan negara yang tidak terbayar atas kegiatan yang dilaksanakan oleh CV Duta Morini Laksana yang bersumber dari pembayaran denda, jaminan pelaksanaan, dan jaminan uang muka atas pembangunan gedung kantor Dinas ESDM Sultra tahun anggaran 2021 yang kontraknya senilai Rp7.022.080.000.

Rincian anggaran yaitu Jaminan Uang Muka Rp.1.526.268.238, Jaminan Pelaksanaan Rp.351.104.000, dan Denda Rp.319.185.478,60.

“Bahwa atas adanya temuan tim penyelidik tersebut, selanjutnya dilakukan Tindakan penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kendari nomor: PRINT- 01/P.3.10/Fd.1/02/2024,” bebernya.

Kemudian bahwa dalam proses penyidikan, tim penyidik melakukan Tindakan pemeriksaan saksi-saksi yaitu antara lain Kepala Dinas ESDM Sultra yang sekaligus bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen, Direktur CV. Duta Morini Laksana, pihak BPKAD Sultra, serta pihak-pihak terkait lainnya yang berjumlah 13 orang Saksi.

Selain itu Tim Penyidik juga melakukan kegiatan penggeledahan dan penyitaan beberapa dokumen yang nantinya akan dijadikan sebagai alat bukti surat maupun petunjuk dalam perkara a quo.

Bustanil mengungkapkan, dalam proses penyidikan ditemukan fakta hukum bahwa tidak dimanfaatkannya gedung kantor ESDM Sultra sebagaimana mestinya diakibatkan oleh tidak mampunya APBD Sultra untuk menyelsaikan bangunan gedung sekaligus.

Sehingga, pelaksanaan pembangunan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kemapuan anggaran yang rencananya akan selesai dalam 4 tahap pembangunan, dan pada pemeriksaan oleh tim Penyidik masih dalam Pembangunan tahap 2 yang dianggarkan pada tahun anggaran 2021.

Lanjutnya bahwa adanya keterlambatan penyelesaian kontrak pembangunan oleh CV. Duta Morini Laksana sebagai akibat pembayaran dari APBD yang tidak lancar (terutang), sehingga berakibat pemutusan kontrak oleh PPK atau adanya kelalaian dari pengguna barang/jasa yang tidak mampu melakukan pembayaran sesuai dengan progress pekerjaan.

Dari pemutusan kontrak dan keterlambatan pekerjaan tersebut mengakibatkan adanya Jaminan uang muka, jaminan lelaksanaan dan denda yang harus dibayarkan oleh pihak penyedia dalam hal ini CV. Duta Morini Laksana yang saat itu telah melaksanakan kegiatan dengan progress fisik 50,04%, sedangkan dari realisasi pembayaran yang bersumber dari uang muka dan MC-1 baru mencapai 48,71% sehingga pihak penyedia masih memiliki ha katas selsih realisasi fisik dan pembayaran sebesar 1,33%.

Penyedia juga telah membayarkan denda keterlambatan dan jaminan pelaksanaan ke kas daerah dengan rincian sebegai berikut.

Jaminan pelaksanaan :

  • Pada Tanggal 09 November 2023 Rp.50.000.000,-
  • Pada Tanggal 09 November 2023 Rp.50.000.000,-
  • Pada tanggal 05 Januari 2024 Rp.100.000.000,- dan
  • Pada tanggal 25 Januari 2024 Rp.151.104.000,-.

Denda Keterlambatan :

  • Pada tanggal 28 Februari 2024 sejumlah Rp.250.000.000,-
  • Pada tanggal 29 Februari 2024 sejumlah Rp.69.200.000,-

Selanjutnya, atas adanya keuangan negara yang tidak terbayarkan yang bersumber dari Uang muka, jaminan pelaksanaan dan Denda tersebut, tim Penyidik melakukan gelar perkara pada Kejaksaan Tinggi Sultra pada tanggal 28 Mei 2024, yang mana dari hasil gelar perkara tersebut, terjadi perbuatan melawan hukum, namun perbuatan hukum dimaksud yaitu perbuatan melawan hukum perdata (Onrechtmatige Daad) dan bukan merupakan perbuatan melawan hukum dalam konsep pidana (wederrechtelijk).

“Hal mana didukung dengan adanya keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin Makassar yang juga berpendapat demikian,” tetang Bustanil.

“Selain itu dari hasil perhitungan kerugian Keuangan Negara yang dilakukan oleh tim ahli dari Inspektorat Sultra menyimpulkan tidak adanya kerugian keuangan Negara akibat masih adanya hak penyedia atas prestasi pekerjaan fisik sebesar 50,04%, sedangkan realsiasi pembayaran baru mencapai 48,71%. Sehingga berdasarkan hal-hal tersebut Tim Penyidik berpendapat untuk menghentikan Penyidikan dalam perkara a quo,” pungkasnya. (*)

Comment