MK Diminta Tetap Jaga Maruah dalam Menangani Perselisihan Hasil Pilkada 2024

EDISIINDONESIA.id – Proses penetapan suara hasil pilkada serentak 2024 telah dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kini, perhatian tertuju pada Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya, sejumlah pasangan calon yang tidak menerima hasil pilkada tersebut dipastikan akan mengajukan gugatan ke MK. Jumlah gugatan ke MK pun dipastikan banyak mengingat banyaknya daerah yang menggelar pilkada serentak.

Karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk menyaring setiap laporan perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) 2024. Hal ini disampaikan Advokat Konstitusi Viktor Santoso Tandiasa mengingat banyaknya perkara perselisihan PHP Kada.

Adapun perselisihan ini diajukan seusai Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi, Kabupaten/Kota menetapkan hasil perolehan suara pasangan calon.

“Saya berharap Mahakamah Konstitusi tetap menjaga muruahnya seperti penanganan Pemilu 2024 kemarin, sebagai penjaga demokrasi,” kata Viktor dalam keterangan tertulis, Minggu (15/12).

Dalam penanganan perkara PHP Kada, VST and Partners yang dinahkodai oleh Viktor memegang dua perkara PHP Kada di Daerah Kabupaten Morowali Utara yakni Delis-Djira dan Banggai Kepulauan yakni Rusly-Serfi.

Keduanya menjadi pihak terkait di MK lantaran posisi pasangan calon kepala daerah yang dipegang Viktor memperoleh suara terbanyak dengan selisih yang signifikan yakni 6,81 persen untuk Morowali Utara dan 4,07 persen untuk Banggai Kepulauan.

Selain dua daerah tersebut, masih ada tiga kabupaten/kota lagi yang rencananya akan menyerahkan kuasa kepada Viktor untuk menjadi pihak terkait.

Sebagai pihak terkait, dia berharap MK tetap memperhatikan syarat ambang batas sebagaimana diatur dalam Pasal 158 Undang-Undang Pilkada terhadap kewenangan MK untuk mengadili perkara yang dimohonkan.

Dia menekankan pelanggaran-pelanggaran yang sudah diselesaikan oleh Penyelenggara Pilkada, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) tidak lagi diadili oleh MK.

“Maksudnya Perkara tersebut haruslah dianggap bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, agar Mahkamah Konstitusi tidak dijadikan sebagai keranjang sampah,” kata Viktor.

“Bisa kita bayangkan dengan banyaknya jumlah perkara yang masuk, kalau MK harus memeriksa kembali dan memutus semua perkara-perkara yang sudah diselesaikan oleh lembaga penyelenggara pilkada,” ucapnya.

Viktor menilai proses dismisal yang didahului dengan Rapat Permusyawartawan Hakim (RPH) dapat dijadikan bagian untuk memilah-milah perkara-perkara yang bisa dan tidak bisa ditangani oleh MK.

“Artinya proses dismisal haruslah menjadi instrumen MK dalam menyaring perkara-perkara yang bisa masuk dalam pemeriksaan pokok perkara dan putusan akhir,” imbuhnya. (edisi/fajar)

Comment