KENDARI, EDISIINDONESIA.id – Ratusan Petani, Mahasiswa dan Pemuda yang tergabung dalam Aliansi Petani Angata berunjuk rasa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (25/9/2023).
Demo Aliansi Petani Angata yang dikomandoi Direktur Eksekutiv WALHI Sultra Andi Rahman mengadukan dugaan aktivitas illegal PT Marketindo Selaras (MS) di Kecamatan Angata Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Andi Rahman menjelaskan, PT MS adalah perusahaan yang mengakuisisi Aset PT Sumber Madu Bukari tahun 2009. PT Sumber Madu Bukari merupakan pemilik izin lokasi tahun 1996 dan mulai operasi pada akhir tahun 1997.
“Kemudian melakukan penggusuran paksa lahan masyarakat di malam hari sebelum melakukan pembebasan lahan. Akibatnya pada tahun 1998 masyarakat melakukan aksi besar-besaran yang mengakibatakan pembakaran Kantor Perusahaan, sehingga aktivitas perusahaan lumpuh secara total,” katanya.
Lanjutnya pada tahun 2003 PT Sumber Madu Bukari dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.33/pailit/2003/PN.Niaga/JKT. PST tanggal 18 November 2003.
“Kemudian Pengadilan memberikan kuasa kepada Kurator Doma Hutapea SH untuk menjual aset PT Sumber Madu Bukari yang dijaminkan pada pihak Bank BNI karena telah ada calon pembeli,” tambahnya.
Pihaknya juga membeberkan bahwa HGB Pabrik 66,24 hektar termasuk mess dan kendaraan, aset lainnya yakni tanah pelepasan kawasan hutan kurang lebih 12.600 hektar yang di dalamnya terdapat lahan floting 1.300 hektar yang terletak di Desa Motaha, Puao, Teteasa, Lamooso dan Sandarsi Jaya. Akan tetapi dalam lampiran aset, bahwa lahan flooting 1.300 bukan bagian dari aset PT Sumber Madu Bukari.
“Pada tahun 2009 Didick Miftahuddin selaku pemegang kuasa PT Sumber Madu Bukari menjual lahan flooting 1.300 hektar kepada PT Marketindo Selaras. Padahal, dokumen tersebut tidak bisa dipakai karena cacat hukum. Sementara PPJB Didik Miftahuddin dengan PT Marketindo Selaras pada 10 November 2009 tidak memiliki AJB,” ungkap Andi.
Pihaknya menduga, Didick Miftahuddin merekayasa dokumen untuk memuluskan proses akuisisi dari PT Sumber Madu Bukari ke PT MS. Sebab yang diberi Kuasa dari pengadilan Niaga Jakarta Pusat untuk menjual adalah Kurator Doma Hutapea.
“Pada Tahun 2018 PT Marketindo Selaras melakukan aktivitas pengolahan perkebunan mulai dari kegiatan pembukaan lahan skala besar serta melakukan penanaman tanpa memiliki IUP, IUP Budidaya, dan HGU sesuai yang telah diatur dalam UndangbUndang Perkebunan Nomirb39 Tahun 2014, juncto Putusan MK Nomor 138 Tahun 2015,” jelasnya.
Pihaknya juga menuturkan walaupun perusahaan tersebut diduga tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP), IUP Budidaya dan HGU, PT MS begitu leluasa melakukan aktivitas pembukaan lahan dan penanaman. Bahkan beberapa lahan dan tanaman produktif masyarakat lokal menjadi korban pengusuran perusahaan tersebut.
“Sampai saat ini, berdasarkan hasil investigasi dan temuan lapangan kami, ada Sekitar 3. 503,48 hektar lahan dan hutan yang berhasil diolah secara illegal oleh pihak perusahaan, dengan rincian areal emplasement 67,00 hektar, areal sudah ditanam tebu dan infrastruktur 974,86 hektar, areal Cadangan atau Okupasi 992.72 hektar, areal Rencana LC tanam Kelapa Sawit 823,76 hektar, Areal Rencana Tanam Singkong dan Jagung 645,14 hektar,” sebutnya.
Pihaknya juga membeberkan, meski tidak memilik IUP, HGU, maupun Izin Lingkungan, perusahaan tersebut berhasil membuka lahan secara illegal yang diduga seluas 3.503,48 hektar.
“Selain itu, sejak tahun 2022-2023 terdapat 30 orang petani yang dikriminalisasi dan telah dilaporkan di Polres Konawe Selatan PT Marketindo Selaras,” bebernya.
Sementara itu terkait hal tersebut Manajer Operasional PT MS, Didik Muftahudin saat dikonfirmasi via SMS dan panggilan telepon belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.
Comment