KOLTIM, EDISIINDONESIA.com – Peneliti Pusat Studi Politik dan Hak Asasi Manusia (PSP-HAM), Juan Manahan Wibowo, turut merespons beredarnya isu dan baliho, menolak figur calon Wakil Bupati (Wabup) Kolaka Timur (Koltim) yang berasal dari luar Koltim.
“Pemilihan Wakil Bupati Koltim menolak orang luar, itu sudah tidak relevan lagi,” ujar Juan, Jumat (7/1/2022).
Menurutnya, secara normatif konstitusional, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih serta berpartisipasi aktif dalam pemerintahan.
“Ini menyangkut hak konstitusional yang melekat kepada setiap warga negara Indonesia yang tidak boleh dibatasi untuk mencalonkan atau dicalonkan sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” jelas Juan.
Ia menegaskan, regulasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Undang-Undang Tentang Pemerintah Daerah (Pemda), serta Undang-Undang Parpol, sudah sangat jelas tidak melarang atau membatasi untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah maupun Wakil Kepala Daerah.
“Sepanjang memenuhi persyaratan, silahkan berkompetisi. Ada banyak contoh politisi berkompetisi di daerah lain. Alex Nurdin misalnya, Gubernur Sumatera Selatan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Juga Djarot Saiful Hidayat, mantan Gubernur DKI maju sebagai Calon Gubernur Sumatera Utara. Serta Ridwan Mukti, mantan Gubernur Bengkulu sebelumnya Bupati Musi Rawas Sumatera Selatan. Dalam formasi pilcaleg,” tutur Juan.
Secara sosio-kultural, lanjut Juan, masyarakat Indonesia telah berasimilasi secara alamiah sejak zaman leluhur, melalui kawin-mawin, muhibah budaya dan saling bantu antarkerajaan di nusantara. Di era modern ini, masyarakat hanya dibatasi oleh administrasi wilayah.
“Sebetulnya, kekerabatan kita saling terpaut, DNA kita saling mengidentifikasi. Istilah di Indonesia Timur, Kitorang Samua Basudara, tdk ada orang lain,” tuturnya.
Olehnya itu, Juan menegaskan, isu menolak orang luar Koltim maju sebagai Calon Wakil Bupati Koltim merupakan isu yang dibangun oleh elit bukan merupakan aspirasi akar rumput.
“Pola seperti ini tidak akan mendapatkan simpati rakyat, justru akan menjadi boomerang ke elit yang mengorganisir isu ini. Karena, kebutuhan rakyat bukan pada permainan isu, tetapi tindakan riil elit politik yang membawa manfaat buat rakyat,” jelas Juan.
“Masyarakat Koltim tidak akan terpengaruh dengan isu usang dan murahan seperti itu. Itu mainan elit kok. Saya sudah banyak melakukan riset tentang isu momentum seperti itu, nggak ngefek. Udah gak relevan lagi, udah gak zaman,” sambungnya.
Menurut Juan, beradu gagasan dan rencana ke depan membangun Koltim merupakan isu yang tepat uang harus diperlihatkan kepada masyarakat.
“Seharusnya, perdebatannya diarahkan kepertarungan gagasan, kompetisi ide. Yang terpenting para calon hendak berbuat apa ketika terpilih sebagai Wakil Bupati Koltim. Ini yang harus digali oleh masyarakat sipil di Koltim selaku elemen pengawasan eksternal (kontrol sosial, red) di sana,” tegas Juan.
Ia juga menegaskan, masyarakat saat ini sedang berada di era post-truth, dimana hal-hal yang esensial tidak lagi menjadi sesuatu yang penting. Karena itu beberapa elit lokal juga banyak berada dan memanfaatkan situasi ini.
“Membangun narasi sentimentil berdasarkan ikatan emosional kedaerahan dan golongan untuk kepentingan pemenuhan tujuan politiknya. Manuver elit lokal semacam Ini tidak bisa dibiarkan. Politisi otentik dan berkarakter, bersama rakyat harus membendungnya dengan politik gagasan, egalitarian dan pemihakan,” tutupnya. (Andri Sutrisno/EIn)
Comment