Hugua Ajak Pemuda Sultra Jadi Pelaku Utama dalam Kebijakan Publik

KENDARI, EDISIINDONESIA.id – Wakil Gubernur (Wagub) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hugua, menjadi salah satu narasumber utama dalam Seminar bertema Ruang Partisipasi Pemuda dalam Kebijakan Publik yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.

Dalam paparannya, Wakil Gubernur Hugua menegaskan bahwa pemuda masa kini bukan sekadar penerus bangsa, tetapi telah menjadi aktor penting yang harus dilibatkan dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan publik.

“Pemuda saat ini bukan lagi hanya pewaris, tetapi pelaku utama dalam menentukan arah kebijakan publik. Mereka harus memahami proses kebijakan, dari perumusan, pelaksanaan, hingga pengawasan agar kebijakan yang lahir benar-benar relevan dan berpihak pada masyarakat,” ujar Hugua.

Menurutnya, pemahaman terhadap sejarah, geopolitik, dan konteks sosial wilayah menjadi kunci bagi pemuda untuk mampu berperan secara strategis. Ia menekankan pentingnya memahami masa lalu untuk merancang masa depan yang lebih bijak.

“Kalau kita tidak mengerti masa lalu, kita tidak akan bijak. Tapi kalau kita memahami kompleksitas masa lalu, kita bisa menyederhanakannya melalui cara pandang hari ini, dan dari situ kita bisa merencanakan tindakan masa depan,” jelas Hugua.

Dalam kesempatan itu, Hugua mengajak peserta untuk menelusuri tiga tonggak sejarah penting kebangkitan bangsa, mulai dari Budi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), hingga Proklamasi Kemerdekaan (1945).

Menurutnya, setiap tonggak sejarah tersebut merupakan simbol kesadaran kolektif pemuda Indonesia dalam memperjuangkan persatuan dan kebebasan berpikir, yang kini harus diterjemahkan ke dalam aksi nyata dalam ruang kebijakan publik.

“Bayangkan di masa penjajahan dulu, kaum muda bisa bersatu menentang perpecahan yang ditanamkan penjajah. Hari ini, tantangan kita bukan lagi melawan penjajah asing, tapi melawan keterbelakangan dan sikap apatis terhadap bangsa sendiri,” tutur Hugua.

Ia menegaskan bahwa generasi muda Sulawesi Tenggara harus memahami posisi geopolitik dan geostrategis daerahnya, sebab pemahaman itu akan menentukan arah keterlibatan pemuda dalam ruang publik dan pembangunan daerah.

Lebih jauh, Hugua menjelaskan bahwa dalam konteks Sulawesi Tenggara, potensi ekonomi daerah sangat bergantung pada tiga sektor utama, yakni pertanian dalam arti luas, industri masif sebagai turunan hilirisasi sumber daya alam, serta sektor pariwisata.

Ketiga sektor tersebut, menurutnya, menjadi basis utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memerlukan generasi muda kreatif dan kompeten untuk menggerakkannya.

“PDRB kita masih didominasi sektor pertanian, sementara tambang banyak menyumbang ke pendapatan pusat. Karena itu, generasi muda Sultra harus punya visi strategis untuk mengolah potensi lokal dan menciptakan nilai tambah dari sektor unggulan daerah,” ungkapnya.

Di tengah paparannya, Hugua juga membagikan refleksi pribadinya mengenai pentingnya kematangan karakter dan kejiwaan dalam kepemimpinan. Ia mengutip pandangan beberapa tokoh yang mempengaruhi cara berpikirnya, seperti Tony Robbins, yang menekankan bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan (IQ), tetapi juga oleh kematangan emosional dan budi pekerti (EQ dan SQ).

“Menurut Tony Robbins, hanya 20 persen kesuksesan ditentukan oleh pengetahuan, sedangkan 80 persen oleh kematangan diri. Jadi IPK 4,0 saja tidak cukup kalau tidak punya akal budi, tata krama, dan kearifan lokal,” tegasnya.

Hugua mengingatkan mahasiswa FISIP UHO bahwa kecerdasan sejati adalah keseimbangan antara akal, budi, dan sehat antara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, sebagaimana nilai-nilai budaya Sulawesi Tenggara seperti kalosara dan lembaga adat yang mengajarkan kebijaksanaan sosial.

Menutup paparannya, Wakil Gubernur Hugua menegaskan bahwa generasi emas Indonesia 2045 adalah generasi yang tidak hanya berpendidikan, tetapi juga memiliki visi, keterampilan, perilaku, dan karakter juara.

“Generasi emas itu bukan hanya cerdas, tapi juga punya visi juara, skill juara, perilaku juara, dan karakter juara. Itulah yang akan membawa bangsa ini menjadi kuat, sejahtera, dan berdaya saing di masa depan,” pungkasnya.

Seminar Ruang Partisipasi Pemuda dalam Kebijakan Publik ini menjadi momentum reflektif bagi mahasiswa untuk memahami bahwa peran pemuda bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai pelaku perubahan dan mitra strategis pemerintah dalam menciptakan kebijakan publik yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.(**)

Comment