Warga Rambu-rambu Jaya Konsel Mengaku Tanahnya Diserobot TNI AU, Bahkan Sering Diintimidasi

KONSEL, EDISIINDONESI.id – Ratusan warga Desa Rambu-Rambu Jaya, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), menyuarakan keluhan mereka terkait dugaan penyerobotan tanah oleh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).

Tanah seluas 274 hektare itu diklaim sebagai milik negara oleh pihak militer, sementara warga bersikeras mempertahankan hak mereka atas lahan tersebut.

Kepala Desa Rambu-rambu Jaya, Rusmin Suaib, menegaskan bahwa masyarakat sudah sejak lama bersatu untuk memperjuangkan kepemilikan tanah mereka.

“Sejak beberapa bulan yang lalu, kami sudah kompak dengan masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak kami, apalagi ini adalah program ketahanan pangan dari Presiden. Alangkah ironisnya kita punya lahan yang sangat luas, tetapi tidak bisa mengolahnya karena ada gangguan,” ujarnya, Minggu (16/3/2025).

Menurut Rusmin, informasi terakhir dari Kepala Dusun menunjukkan bahwa tanah yang sudah terdata mencapai 168 hektare, meskipun klaim dari TNI AU menyebut total luasnya 274 hektare.

Selain kehilangan akses ke lahan pertanian mereka, warga juga mengaku mendapat tekanan dan ancaman akibat klaim sepihak dari TNI AU.

“Kami selalu dihantui dengan klaim bahwa itu tanah milik TNI AU, mereka mengklaimnya karena katanya itu adalah aset peninggalan Jepang yang mereka kuasai,” kata Rusmin.

Ia menilai klaim tersebut tidak berdasar dan menyayangkan tindakan TNI AU yang justru merugikan rakyat.

“TNI Angkatan Udara itu bagian depan NKRI, seharusnya mereka melindungi rakyat, membela rakyat. Kok tiba-tiba aset rakyat malah mereka kuasai,” tandasnya.

Rusmin juga menegaskan bahwa jauh sebelum kedatangan Jepang, tanah tersebut sudah menjadi permukiman warga.

“Sementara Jepang yang datang ini kan sudah ada kampung,” katanya.

Warga juga mempertanyakan alasan TNI AU yang baru mulai mengklaim tanah tersebut sejak tahun 1975.

“Mereka mengklaim sejak tahun 1975, dan tidak ada konfirmasi kepada orang tua kami bahwa tanah kami akan diklaim. Mereka hanya bilang tanah itu akan jadi perumahan traslok, itu jawaban mereka,” ungkapnya.

Tak hanya intimidasi verbal, warga juga mengalami gangguan fisik ketika mencoba bertani.

“Ketika kami berkebun, sering kali pagar kami dibongkar, kawatnya digulung, bahkan dibakar,” beber Rusmin.

Bahkan, menurutnya, aksi intimidasi semakin meningkat dengan adanya kehadiran ambulans dan pasukan bersenjata.

“Pernah mereka membawa ambulan dan pasukan bersenjata,” jelasnya.

TNI AU disebut-sebut menggunakan dalih “kekuasaan angkatan perang” untuk mengklaim tanah tersebut, meskipun menurut warga, mereka tidak memiliki dasar hukum yang sah.

“Mereka mengatakan bahwa tanah ini adalah wilayah mereka, kekuasaan mereka berdasarkan angkatan perang,” ujar Rusmin.

Akibat situasi ini, warga yang mayoritas berprofesi sebagai petani kini takut untuk menggarap lahan mereka.

“Kami mayoritas petani, tapi kami tidak bisa berkebun karena takut mendapat intimidasi,” tuturnya.

Sebagai bentuk perlawanan, warga bersama pemerintah desa mendesak TNI AU untuk menarik diri dan menghentikan klaim atas tanah mereka.

“Kami berharap TNI AU segera mundur, untuk apa lagi dipertahankan,” tegas Rusmin.

Ia pun menegaskan bahwa klaim yang dilakukan TNI AU tidak memiliki dasar hukum yang sah.

“Mereka tidak punya dasar hukum, hanya klaim saja,” pungkasnya. (**)

Comment