Oleh: Oleh:Abdul Rachman Rika, SE., M.Si
Kabupaten Muna Barat (Mubar) menghadapi tantangan besar dalam mengelola anggaran daerah secara adil dan berkelanjutan. Salah satu isu utama yang muncul adalah alokasi Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mencapai Rp 43 miliar per tahun atau sekitar 44% dari total APBD 2025.
Kebijakan ini, yang diatur dalam Peraturan Bupati Muna Barat Nomor 33 Tahun 2022, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja ASN. Namun, besarnya porsi anggaran yang dialokasikan untuk belanja pegawai menimbulkan kekhawatiran terkait keadilan distribusi anggaran serta dampaknya terhadap pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat.
Secara normatif, hak ASN untuk mendapatkan tunjangan berbasis kinerja dijamin dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyebutkan bahwa kesejahteraan ASN harus diperhatikan untuk menjamin efektivitas birokrasi.
Namun, regulasi lain seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menegaskan bahwa pengelolaan anggaran harus efisien, efektif, dan tidak mengorbankan pelayanan publik. Ini menjadi dilema bagi pemerintah daerah: bagaimana menyeimbangkan antara kesejahteraan pegawai dan kepentingan masyarakat luas?
Studi empiris menunjukkan bahwa daerah yang mengalokasikan lebih dari 35% APBD untuk belanja pegawai cenderung mengalami stagnasi pembangunan. Laporan Kementerian Keuangan (2022) mengungkapkan bahwa daerah dengan belanja pegawai tinggi sering kali mengalami defisit anggaran, yang berdampak pada keterlambatan proyek infrastruktur dan layanan publik yang kurang optimal.
Hal ini terbukti di beberapa daerah lain, seperti Kabupaten Konawe Selatan yang pada 2021 harus memangkas 20% anggaran pembangunan akibat tingginya belanja pegawai. Sebaliknya, Kabupaten Luwu Timur berhasil menyeimbangkan anggaran dengan menerapkan evaluasi kinerja ASN, sehingga alokasi TPP tidak membebani keuangan daerah.
Selain itu, yurisprudensi Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan landasan hukum bahwa kebijakan anggaran yang menghambat pelayanan publik dapat dianggap bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang baik. Putusan MK No. 13/PUU-XVI/2018 menegaskan bahwa setiap kebijakan anggaran harus memperhatikan kepentingan masyarakat luas, sementara Putusan MK No. 35/PUU-XI/2019 menyatakan bahwa hak ASN atas kesejahteraan tidak boleh mengorbankan hak dasar warga negara untuk mendapatkan pelayanan publik yang memadai.
Berdasarkan regulasi, kajian empiris, dan yurisprudensi yang ada, Bupati Terpilih Muna Barat perlu melakukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan TPP agar lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah merasionalisasi besaran TPP berbasis kinerja dengan menggunakan Key Performance Indicators (KPI) yang lebih ketat. ASN yang memiliki kinerja baik dapat diberikan insentif lebih besar, sementara ASN dengan kinerja rendah harus diberikan pembinaan dan evaluasi ulang.
Selain itu, optimalisasi anggaran perlu dilakukan dengan memastikan bahwa minimal 50% dari APBD dialokasikan untuk pembangunan dan pelayanan publik. Langkah ini sejalan dengan rekomendasi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, yang menekankan bahwa belanja daerah harus proporsional dan tidak boleh didominasi oleh belanja pegawai. Transparansi dalam pengelolaan anggaran juga menjadi faktor penting, di mana masyarakat harus diberikan akses terhadap informasi terkait penggunaan anggaran daerah, termasuk alokasi TPP.
Untuk mengurangi ketergantungan pada anggaran pusat dan memperkuat kemampuan keuangan daerah, Bupati Terpilih juga perlu mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui inovasi ekonomi lokal, seperti pengembangan sektor pertanian modern, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Dengan meningkatkan PAD, pemerintah daerah dapat memiliki ruang fiskal yang lebih fleksibel dalam mengalokasikan anggaran tanpa harus mengorbankan sektor pembangunan lainnya.
Pada akhirnya, keberlanjutan pembangunan di Muna Barat tidak hanya bergantung pada besarnya anggaran yang dialokasikan, tetapi juga pada bagaimana anggaran tersebut digunakan secara efektif dan adil.
Kesejahteraan ASN memang penting untuk memastikan birokrasi yang profesional, tetapi hal ini tidak boleh menghambat pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Bupati Terpilih diharapkan dapat mengambil kebijakan yang bijaksana dan berbasis data, sehingga keseimbangan antara kesejahteraan pegawai dan kepentingan publik dapat terwujud secara harmonis.
*Penulis adalah akademisi Akuntansi
Comment