Patah Kaki! Korban Tragedi Kanjuruhan Terancam Kehilangan Pekerjaan

EDISIINDONESIA.id – Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022 lalu, jadi mimpi buruk bagi Muhammad Ilham.

Kariernya di perusahaan tempatnya bekerja sedang terancam. Sudah 40 hari, kakinya yang sempat patah belum juga sembuh. Dia masih belum bisa berjalan normal.

ILHAM duduk sendiri di sofa rumahnya di Desa Dempok RT 13 RW 2, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, siang kemarin (10/11). Dia sedang menanti istri dan buah hatinya yang keluar rumah. Di samping sofa, tampak sepasang kruk yang disandarkan di dinding. Sesekali dia menatap kaki kirinya.

Di kaki tersebut ada bekas jahitan operasi yang melintang sekitar 15 cm.

Ilham mengungkapkan, dia harus menjalani operasi tanggal 2 Oktober lalu karena mengalami cedera pada kaki kiri. Kaki kirinya terjebak di tangga yang dipagari di pintu 13 di Stadion Kanjuruhan saat tragedi Kanjuruhan.

Karena susah melepaskan diri dari pagar, kaki kirinya alami patah. Akibatnya, Ilham jadi tidak bisa menjalani aktivitas dengan normal, termasuk bekerja.

Pria asli Desa Sengguruh, Kabupaten Malang, itu menjelaskan, menyaksikan pertandingan Arema FC merupakan hobinya sejak kecil. Dia rutin menyertai Arema FC.

Yang terjauh adalah saat klub Singo Edan bertanding di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Kebiasaan tersebut berlanjut hingga dia menikah dengan Dinda Rosila Dia dan memiliki anak bernama Sean Putra Arema.

“Kalau pas masih pacaran dulu sering menonton berdua. Tapi, sejak menikah hanya menonton big match seperti kemarin saat melawan Persebaya,” katanya.

Pada pertandingan melawan Persebaya tanggal 1 Oktober, Ilham pergi bersama 27 orang temannya berangkat pukul 17.00 WIB. Mereka berasal dari Desa Dempok dan Desa Sengguruh. Di tribun 13, dia menonton dengan salah satu temannya bernama April. Pertandingan berjalan lancar sampai pukul 22.00 WIB.

Lima belas menit setelah pertandingan selesai, kerusuhan mulai terjadi. Tribun tempat dirinya berpijak termasuk yang menjadi sasaran gas air mata. Karena terkena gas air mata, Ilham dan April menyelamatkan diri menuju pintu 13 sambil menutup mata.

Nahas, saat tiba di tangga yang dipagari besi selebar kurang lebih 4 meter, kaki Ilham masuk ke sela-sela lubang besi. Saking banyaknya dorongan, Ilham terjatuh bersama pagar besi. Sementara kakinya tetap terjepit hingga akhirnya patah.

Belum lagi, tubuhnya juga tertindih puluhan korban lainnya. Bahkan, saat terjebak dia merasakan ada salah satu korban yang sudah tidak bernapas.

“Saya enggak bisa apa-apa karena kaki sudah sakit dan berdesakan. Apalagi pintunya tertutup. Selain itu, saya juga harus memastikan April selamat,” terangnya.

Setelah kondisi mereda, perlahan regu penolong menyelamatkan para korban yang terjebak. Termasuk Ilham dan April. Pukul 00.30 WIB, dia baru bisa pulang dalam kondisi kaki yang patah.

Namun, pria berusia 25 tahun itu baru memeriksakan diri ke rumah sakit tanggal 2 Oktober. Dia pergi ke Rumah Sakit (RS) Hasta Husada untuk mendapatkan perawatan dan menjalani operasi.

“Semula saya ke Klinik Jayakusuma. Oleh pihak klinik disarankan untuk ke ke RS Hasta Husada atau RS Tentara Soepraoen karena rumah sakit lain sudah penuh,” imbuhnya.

Perawatannya tidak lama. Pada tanggal 4 Oktober, Ilham sudah diperbolehkan pulang. Namun, kejadian yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia itu masih membayangi Ilham.

Agar tidak terus terbayang, setelah pulang dari rumah sakit Ilham minta diantar ke Stadion Kanjuruhan meski kakinya masih sakit. Saat tiba di stadion, dia berjalan tertatih dengan kruk.

Di depan pintu 13, Ilham hanya bisa diam dan terduduk lemas. Dia tak menyangka akan terlibat dalam kerusuhan lagi seperti yang terjadi tahun 2018 dalam laga Arema FC kontra Persib. Terlebih, kejadiannya lebih parah.

Karena kakinya yang patah, Ilham tidak bisa bekerja. Perusahaan tempatnya bekerja memberi dirinya waktu memulihkan diri selama satu bulan. Lebih dari itu, dia terpaksa angkat kaki.

Padahal, dokter memperkirakan Ilham baru bisa menapak ringan tiga bulan setelah pengobatan. Meskipun sudah dibantu pihak desa untuk berkoordinasi dengan perusahaan, sampai sekarang tempatnya bekerja belum memberinya respons yang berarti.

“Belum ada rencana ke depan. Namun, kalau tidak bisa bekerja di sana lagi mungkin saya akan ikut mertua merantau ke Jakarta. Di sana mertua berjualan soto,” katanya.

Beberapa saat kemudian, istri Ilham yang bernama Dinda tiba di rumah setelah pergi bersama sang anak, Sean. Dinda turut berbagi cerita. Dinda mengungkapkan, dirinya mendapat kabar jika Ilham menjadi salah satu korban pukul 02.00 WIB.

Saat mengetahui suaminya menjadi korban, dia langsung dijemput temannya untuk menuju Stadion Kanjuruhan. Dia juga diberitahu bahwa adik sepupunya yang bernama Riyang Ambarwati turut menjadi korban. Nahas, Riyang ditemukan meninggal dunia.

“Waktu itu, sebenarnya kami mau pergi bertiga. Tapi, perasaan saya enggak enak karena lawannya Persebaya. Jadi takut kisruh,” jelas Dinda.

Akhirnya, hanya Ilham dan teman-temannya yang berangkat. Sebelum berangkat, Ilham sempat berpesan jika dia tak kunjung pulang maka akan langsung berangkat kerja. Ternyata, suaminya malah menjadi korban. Namun, perempuan berusia 21 tahun itu bersyukur karena Ilham selamat.

Kini, mereka hanya bisa pasrah dengan nasib pekerjaan Ilham. Terlebih, Dinda tidak bekerja. Yang terpenting bagi mereka sekarang adalah penyembuhan Ilham. (edisi/jawapos)

Comment