KONAWE, EDISIINDONESIA.com – Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Marhaenis (DPP GPM) mengendus aroma duggan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara pada kegiatan pengadaan Induk Sapi Peranakan Ongole (PO) di Kabupaten Konawe.
Dugaan ini bermula dari temuan BPK atas audit LKPD Konawe Tahun Anggaran 2019.
“Kami menemukan adanya potensi kerugian negara dalam proses pengadaan tersebut di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Konawe. Berdasarkan LHP-LKPD Konawe Tahun 2019 nomor 35.C/LHP/XIX.KDR/08/2020, dalam Buku III halaman 26 dicantumkan uraian pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan kontrak senilai Rp4.8 miliar,” ungkap Wakil Seketaris DPP GPMI, Aksaruddin, Minggu (30/01/2022).
Dia menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan dokumen dan permintaan keterangan serta analisis Pengadaan Induk Sapi PO diketahui pelaksanaannya tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang dituangkan dalam kontrak RAB yang telah disusun dalam Harga Perkiraan Sementara menunjukkan bahwa pengadaan Sapi dilakukan di luar Pulau Sulawesi.
“Hal ini ditunjukkan dengan adanya item pembentuk harga perolehan Sapi dalam RAB di antaranya berupa Biaya transportasi dari karantina ke pelabuhan, Biaya transportasi dari pelabuhan ke tempat tujuan (Kendari), dan Biaya transportasi dari pelabuhan ke tempat karantina akhir,” jelas Aksaruddin yang juga biasa disapa Bung Ochyt.
Setelah kontrak ditandatangani PPK dengan rekanan, tim selektor (sesuai dengan SK Tim Selektor yang dibentuk Kepala Dinas untuk menyeleksi pengadaan sapi) melakukan pemeriksaan atas sapi yang akan dikirimkan dari luar Pulau Sulawesi.
Tim selektor melakukan seleksi ternak sebanyak 250 ekor (terseleksi sebanyak 176 ekor) pada dua lokasi di Pulau Jawa yaitu Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Gunung Kidul, namun dikarenakan pengadaan sapi tidak seluruhnya dilakukan di Pulau Jawa, tim selektor (atas Surat Perintah Tugas) melakukan seleksi ternak sebanyak 410 ekor (terseleksi sebanyak 334 ekor) pada dua lokasi di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Kota Palu dan Kabupaten Luwuk Banggai.
Tim selektor hanya menyeleksi sebanyak 660 ekor sapi, sedang sisanya sebanyak 340 ekor (1.000 – 660) di serahkan PT Lpt selaku rekanan.
“Pelaksanaan Pengadaan Sapi dari Pulau Jawa hanya sebanyak 176 ekor sedangkan sisanya sebanyak 824 ekor dilakukan di Sulawesi Utara dan Gorontalo. Atas perubahan pelaksanaan pengadaan sapi, PPK tidak melakukan perubahan kontrak dan tidak melakukan analisis atas biaya pelaksanaan pengadaan sehingga RAB dalam kontrak masih menggunakan RAB yang pelaksanaannya dilakukan di Pulau Jawa” tukasnya.
Kondisi tersebut diniali tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Pasal 7 huruf F dan Surat Perjanjian/Kontrak Kerja Pekerjaan pada Syarat-syarat umum kontrak Bagian C angka 33 tentang perubahan kontrak yang menyebutkan bahwa “kontrak hanya dapat diubah melalui adendum/perubahan kontrak”.
“Permasalahan tersebut mengakibatkan potensi kelebihan pembayaran atas pengadaan Sapi tersebut senilai Rp4.8 Miliar. Lantas, kepada siapa uang rakyat tersebut mengalir?” lirih Ochyt keheranan.
Atas Dugaan permainan pengadaan induk Sapi PO tersebut, pihaknya akan menindaklanjuti dengan mengajukan pelaporan di KPK.
“Kami siap memberikan hasil audit BPK untuk dijadikan dasar penyelidikan lanjutan,” pungkasnya. (**)
Reporter: Safar
Comment