KENDARI, EDISIINDONESIA.com – Putusan Mahkamah Konstitusi atas gugatan uji materi terhadap Undang-Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) mendapat tanggapan dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Sulawesi Tenggara (Sultra).
Putusan MK tertuang pada putusan Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 atas Pokok Perkara: Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945, yang dibacakan pada Kamis 25 November 2021.
Pihak DPW Asosiasi UPK Sultra pun meminta Pemerintah untuk menangguhkan pelaksanaan aturan turunan dari UU Ciptaker.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, dimana putusan MK tersebut dianggap terkait erat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa utamanya untuk pasal 73.
“Ini termasuk Pasal 73 PP 11 2021 yang mengatur tentang Transformasi UPK menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama, karena PP ini merupakan peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja,” ujar Kordinator Bidang Hukum dan Perundang-undangan DPW Asosiasi UPK Sultra Rahmad Hidayat, Jumat (26/11/2021).
Maka atas dasar hal tersebut, lanjutnya, DPP Asnas UPK NKRI yang menaungi DPW Asosiasi UPK Sultra menyatakan dalam putusannya MK itu, telah memunculkan fakta jika proses pembentukan UU Ciptaker melanggar syarat-syarat formil dalam hal pembentukan suatu undang-undang.
Walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan dalam 2 tahun ke depan.
“Tetapi putusan MK ini menggambarkan kekeliruan yang fatal karena adanya syarat formil yang terlanggar dan hal ini terjadi pula dengan aturan Pasal 73 PP 11 Tahun 2021 yang kami anggap cacat formil karena mengatur tentang kelembagaan UPK sebagai objek utama tapi tidak pernah melibatkan kelembagaan UPK secara holistik dalam proses pembentukannya,” timpal alumni Departemen Hukum Pascasarjana Universitas Halu Oleo itu.
Dampaknya yang paling besar adalah keresahan masyarakat dalam menyikapi putusan tersebut.
Pihaknya menyarankan dari putusan MK ini, Pemerintah seharusnya tidak dapat memberlakukan dulu UU Cipta Kerja dan menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya termasuk PP 11 tahun 2021, sebab Pemerintah telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan dan melaksanakan UU Ciptaker.
“Sementara saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera pelaksanaan Transformasi UPK menjadi Bumdesma sebagaimana yang diatur dalam PP 11 tahun 2021 demi menjaga kepastian hukum dan mencegah terlanggarnya hak konstitusional UPK yang ada di seluruh Indonesia sebelum adanya perbaikan terhadap UU Cipta kerja sebagaimana yang diperintahkan oleh MK,” tegasnya.
Rahmad juga meminta Kementerian Desa PDTT untuk menyadari hal ini sebagai sebuah kekeliruan dan tidak memaksakan aturan terkait Transformasi UPK menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesMa), sebab terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan aturan tersebut baik syarat formil maupun syarat materil.
“Mahkamah Konstitusi pun menyatakan bahwa aturan perundang-undangan yang tidak memenuhi syarat formil harus dinyatakan inkonstitusional sebagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara uji materi UU Cipta Kerja,” timpalnya.
Asosiasi UPK Sultra dengan tegas meminta semua peraturan pelaksana UU Cipta kerja itu ditangguhkan dan tidak diberlakukan hingga ada perbaikan dari pembuat undang-undang sabgaimana yang diperintahkan oleh MK, terkhusus Pasal 73 PP Nomor 11 tahun 2021 yang mewajibkan UPK bertransformasi menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama.
“Di PP 11 tahun 2021 itu ada klausul di pasal 73 yang menyangkut tentang keberlanjutan program UPK dan aturan itu berdasar pada UU Cipta kerja. Ini harus ditangguhkan dahulu, tidak boleh dilanjutkan,” pungkasnya. (Red)
Comment