Meningkatkan Kinerja Implementasi KUHAP

Oleh: Dr. Ir. Sugiyono, MSi

MEGAWATI Soekarnoputri terkesan sangat prihatin dengan penyelesaian masalah pembuktian keaslian ijazah dan skripsi Joko Widodo. Megawati berpendapat bahwa solusi untuk menyelesaikan persoalan uji keaslian tersebut adalah dengan cara Joko Widodo sejak sedari awal bersedia rela berkorban dengan menunjukkan ijazah dan skripsi kepada masyarakat secara terbuka lebar-lebar di muka umum. Keyakinan Megawati tersebut juga terkesan mempunyai banyak pendukung, termasuk dari kalangan politisi lainnya dan banyak guru besar.

Akan tetapi pandangan Joko Widodo sangat berbeda. Joko Widodo baru menyadari keseriusan prasangka persoalan ijazah dan skripsi palsu sejak untuk pertama kalinya baru mengetahui paparan di media sosial youtube dan platform X, yang dipraktekkan oleh beberapa orang. Hari hidayah itu adalah tanggal 26 Maret 2025, sehingga Joko Widodo menugaskan ajudan dan kuasa hukum untuk segera mengumpulkan barang bukti. Joko Widodo merasa difitnah dan direndahkan. Dihina sehina-hinanya dan direndahkan serendah-rendahnya.

Jadi, hidayah kesadaran terhadap fitnah dan pencemaran baik untuk kemudian hendak menyelesaikan persoalan tersebut melalui jalur peradilan, baru tergerakkan hati nuraninya sejak tanggal 26 Maret 2025. Oleh karena itu tidak relevan untuk meminta Joko Widodo berlapang dada membiarkan dirinya dihina sehina-hinanya dan direndahkan serendah-rendahnya.

Adalah hak asasi individual untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui jalur hukum, ataukah membiarkan hatinya yang terluka sedalam-dalamnya dan selebar-lebarnya, dengan mengikuti saran membiarkan senantiasa menjadi korban, yang berlindung menggunakan motif demokrasi terhadap semua orang yang melanggar hak asasi pribadi demi dalil kebebasan pendapat, yang terkamuflase dengan tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik.

Bukan yang seperti itu dengan maksud membiarkan terjadinya fitnah dan pencemaran nama baik, dibalik argumentasi penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan terhadap pembuktian kebenaran informasi publik. Bukan menentang penelitian pembuktian keaslian ijazah dan skripsi menggunakan teknologi, melainkan yang berat adalah persoalan tindak pidana fitnah dan pencemaran nama baik.

Ini soal martabat dan marwah, melainkan tidak dapat disembunyikan dan dikaburkan menggunakan dalil praktek uji teknologi dan kebenaran iptek. Dalam hal pengkajian, maka komisi etik dalam UU Sisdiknas dapat menjadi pemutus tentang apakah riset mengenai uji keaslian ijazah dan skripsi melanggar kode etik riset. Komisi etik akan berfungsi membenarkan atau menyalahkan tentang apakah uji keaslian ijazah dan skripsi merupakan obyek riset, ataukah bukan.

Beberapa isu penting lainnya selain uji keaslian adalah tentang uji kebenaran terhadap apakah lembaga formal yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai pemutus perkara keaslian ijazah sejak SD, SMP, SMA, dan sarjana telah melakukan kecurangan berpraktek menjadi mafia ijazah palsu sebagaimana beberapa kasus terdahulu tentang perkara ijazah palsu, yang digunakan untuk kegiatan Pilkada dan Pileg sebagai contoh kasus-kasus ekstrim.

Yang kedua, uji terhadap kebenaran dari Puslabfor Polri yang integritasnya diragukan seperti tuduhan jahat terhadap potensi perekayasaan jahat pada kasus Jessica Wongso dan Joshua, maupun kasus Vina Cirebon. Demikian pula terhadap putusan kasus Bambang Tri dan Gus Nur, maupun KM 50.

Kedua kasus di atas bermaksud untuk mendelegitimasi kasus-kasus pidana, yang dituduhkan secara jahat pada Lembaga penegakan hukum di Indonesia. Keberadaan temuan-temuan, yang membuktikan fakta persoalan penegakan hukum yang menangkap oknum hakim, jaksa, dan polisi, termasuk secara ekstrim pada oknum KPK telah meramaikan desas-desus usaha dalam menegakkan hukum di Indonesia.

Kasus Sengkon Karta merupakan persoalan yang ditemukan dalam ranah penegakan hukum. Podcast Mahfud MD memperkaya informasi keyakinan bahwa ditemukan lika-liku perjuangan dalam menegakkan hukum dengan beberapa contoh pelanggaran hukum oleh oknum penegak hukum, berupa contoh kasus mafia peradilan. Mafia peradilan juga ditemukan pada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, sekalipun hukum kemudian berhasil ditegakkan.

Kembali untuk menjawab kedua keraguan di atas, maka dalam proses penegakan KUHAP, faktor garda terdepan sebagai penentu kejelasan lamanya proses penegakan KUHAP adalah kegiatan dalam mengoptimalkan peran penyelidik dan penyidik, maupun penangkapan dan penahanan tersangka.

Penyelidikan adalah serangkaian Tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU KUHAP (Pasal 1 poin 5). Kemudian penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU KUHAP untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 poin 2).

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17). Selanjutnya perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka, atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, meusak, atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana (Pasal 21 ayat 1 KUHAP).

Dalam praktek usaha menangkap dan menahan Charlie Chandra, misalnya, petugas memerlukan waktu sekitar 12 jam atau lebih di kediaman Charlie. Penangkapan dapat dilakukan setelah dialog dengan tim kuasa hukum dan seorang oknum petinggi TNI dapat mencapai titik temu.

Demikian pula ketika penyelidikan delik aduan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Joko Widodo terkesan gagal dalam mengklarifikasi keterlibatan identifikasi pengakuan kebenaran barang bukti video youtube dan platform X, maupun ijazah dan skripsi untuk dapat dibenarkan atau dibantah oleh para saksi.

Tidak kunjung tercapai titik temu dalam klarifikasi dengan menggunakan berbagai dialog, yang bermaksud membantah pencarian klarifikasi identifikasi pengakuan terhadap kebenaran bukti-bukti awal tersebut, terkesan amat sangat kuat terjadinya prospek yang sangat panjang terhadap implementasi KUHAP.

Banyak celah terbuka untuk berusaha menghindar terhadap upaya kelancaran proses klarifikasi merupakan indikasi yang amat sangat kuat telah terjadinya ketidakpastian dan potensi besar akan panjangnya persoalan peradilan terhadap delik aduan fitnah dan pencemaran nama baik.

Implikasinya adalah penegakan hukum yang sedang dipraktikkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka terkesan akan terlaksana amat sangat berlarut-larut dan menguras energi, maupun tidak efisien untuk segera dapat mencapai inkrah berkekuatan hukum tetap. Terkesan akan mengharuskan penempuhan proses peradilan yang amat sangat panjang bertahun-tahun untuk memperoleh kepastian hukum.

*Penulis adalah peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), pengajar Universitas Mercu Buana

Comment