WAKATOBI, EDISIINDONESIA.id – Baru-baru ini, viral video demonstran melakukan aksi anarkis kepada Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kabupaten Wakatobi, Safiudin.
Video amatir yang berdurasi 17 detik tersebut memperlihatkan aksi tidak terpuji diduga dilakukan oleh salah seorang massa aksi unjuk rasa kepada kepala Disperindag Wakatobi yang terjadi di depan kantor Bupati Wakatobi beberapa waktu lalu.
Dalam video, tampak bupati Wakatobi, Haliana duduk diatas kursi sambil menjawab aspirasi demonstran yang menuntut diturunkan harga BBM. Sementara, Kadis Perindag, Safiudin terlihat mendampingi Bupati sambil duduk jongkok bersama peserta unjukrasa.
Salah seorang mengangkat kursi dan mempersilahkan Kadis Perindag duduk. Namun kursi tersebut malah ditarik oleh salah satu peserta demo sambil membentak Safiudin.
“Jangan, jangan, jangan. Jangan dikasi (Kursi)” tutur peserta unjukrasa dalam bahasa daerah sambil menarik kursi tersebut.
Anehnya, Bupati Wakatobi tidak membela bawahannya. Ia malah membiarkan aksi tak terpuji itu terjadi didepan mata kepalanya. “Biarkan saja, tidak apa-apa,” ujar Haliana.
Video tersebut sontak ramai beredar melalui media sosial dan Whats App Group (WAG) serta memicu berbagai kecaman dari kalangan masyarakat, terutama masyarakat Kaledupa.
Pasalnya, Kadis Perindag Safiudin merupakan salah satu kader terbaik dan tokoh masyarakat Kaledupa, Kabupaten Wakatobi.
Aksi anarkis itu mendapat kecaman keras dari sejumlah tokoh Kaledupa. Salah satunya datang dari Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Suwandi Andi.
Politiso PAN itu menilai bahwa aksi tersebut bukan bagian dari dinamika, melainkan aksi anarkis yang tidak dibenarkan. Terlebih hal itu terjadi dihadapan Bupati selaku kepala daerah.
“Soal video itu kan sudah beredar di seantero Nusantara. Seluruh warga Indonesia dilindungi undang-undang untuk menyampaikan aspirasi dihadapan umum di mana rakyat sebagai pemegang kedaulatan mempunyai hak kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Tapi kita juga dibatasi bagaimana penyampaian pendapat itu dengan skema aksi maupun demonstrasi tidak boleh anarkis. Kalau saya melihat divideo itu, itu bukan dinamika. Itu adalah gerakan anarkis yang menurut saya tidak boleh dibiarkan dan tidak dibenarkan oleh siapapun, apalagi dilakukan dihadapan Bupati,” katanya, Senin (21/2/2023).
“Lalu kemudian ada seseorang memberikan kursi kepada kadis saat bupati sedang bicara tapi ada seseorang yang merampasnya lalu seolah-olah dibentak, kemudian reaksi pak Bupati mengatakan tidak apa-apa. Bahkan setelah itu disiram melalui lamparan air mineral, itu yang tidak benar,” lanjutnya.
Dia menambahkan, selama 15 tahun ia berkiprah sebagai politisi di DPRD Provinsi Sultra, dirinya belum pernah menemukan aksi tak terpuji seperti yang terjadi dalam video yang beredar tersebut.
“Saya di DPRD Provinsi sudah hampir 15 tahun. Saya menerima aspirator baik dilapangan, seanarkis apapun orang, kalau ada yang disampaikan langsung oleh Bupati yang bersangkutan itu memperhatikan dulu apa yang dijelaskan,” tambahnya.
Dia juga menyayangkan sikap Bupati Wakatobi yang terkesan membiarkan aksi anarkis itu terjadi dihadapannya. Bahkan, menurut dia, Bupati Wakatobi selaku kepala daerah seharusnya malu akan kejadian itu.
“Bahkan Bupati mengatakan tidak apa-apa. Apa yang dimaksud dengan tidak apa-apa? Tidakkah kepala dinas itu sebagai pejabat tekhnis yang melaksanakan kebijakan pemerintahan atau bupati. Sebenarnya yang dikasi malu kemarin itu bukan kepala dinas,” ungkapnya.
“Harusnya bupati malu. Karena ada kepala dinasnya dia dipermalukan dihadapannya dia. Kepala dinas bekerja atas dasar perintah dan petunjuk bupati. Bupati tidak boleh membiarkan hal-hal seperti itu. Harusnya dipanggil anak-anak pergerakan itu. Kepala daerah harus melindungi dinas teknisnya, itu baru kepala daerah yang baik,” pungkasnya. (**)
Comment