Kasus Korupsi Jembatan Cirauci II Kembali Menghangat, Burhanuddin Dilaporkan Lagi ke Kejati Sultra

KENDARI, EDISIINDONESIA.id – Kasus dugaan korupsi proyek Jembatan Cirauci II di Kabupaten Buton Utara (Butur) kembali menjadi sorotan publik.

Nama Burhanuddin, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan Bina Marga Sulawesi Tenggara (Sultra), kembali dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra oleh Majelis Perlawanan Rakyat (MPR) Sultra pada Rabu (9/10/2024).

Majelis Perlawanan Rakyat Sultra mengecam keras keputusan Pengadilan Negeri (PN) Kendari yang dinilai membiarkan Burhanuddin lolos dari jeratan hukum, meskipun dalam kasus ini, dua terdakwa lainnya—Rahmat, pelaksana pekerjaan, dan Terang Ukoras Sembiring, Direktur CV. Bela Anoa—telah divonis bersalah.

Ketua Umum MPR Sultra, Rabil, mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan pengadilan yang dinilai tidak transparan dan terkesan “bermain mata” dengan terdakwa.

“Hakim ini kami duga kuat putusannya simpang siur dalam memutuskan atau bisa jadi kami duga juga adanya main mata dengan pihak terdakwa,” ujarnya usai melaporkan kembali kasus tersebut ke Kejati Sultra.

Rabil menyoroti keanehan di mana Burhanuddin, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), lolos dari dakwaan, sementara Rahmat dan Terang Ukoras Sembiring divonis penjara selama tiga tahun dan denda sebesar Rp100 juta.

“Bagaimana bisa Burhanuddin sebagai KPA dan PPK tidak ikut terseret dalam kasus ini? Kami menduga kuat ada permainan di balik proses hukum ini,” ungkap Rabil.

Tak hanya itu, Rabil juga mempertanyakan mengapa Burhanuddin tidak ditahan meskipun Kejaksaan telah mengeluarkan surat penahanan selama 20 hari.

“Aneh sekali, surat penahanan sudah dikeluarkan, tapi Burhanuddin tetap bebas menjalani aktivitasnya sehari-hari,” tambahnya.

Lanjut, Majelis Perlawanan Rakyat Sultra bertekad untuk melaporkan para hakim yang menangani kasus ini ke Komisi Yudisial (KY). Mereka menduga ada ketidakberesan dalam putusan yang membuat Burhanuddin lolos dari jeratan hukum.

“Kami akan melaporkan para Hakim yang menangani kasus ini di Komisi Yudisial (KY), kami duga putusan Hakim yang tidak memuaskan hingga meloloskan penyedia anggaran dalam proyek ini,” tegasnya

Selain itu, MPR Sultra juga berencana melaporkan jaksa yang bertanggung jawab atas surat penahanan Burhanuddin, namun tidak menindaklanjutinya. Laporan ini akan diajukan ke Jaksa Muda Pengawas (Jamwas) agar dugaan keterlibatan jaksa dalam “permainan” kasus ini bisa diusut tuntas.

Menanggapi laporan dari MPR Sultra, Kasipenkum Kejati Sultra, Dody, menyatakan bahwa pihaknya masih mempelajari pengaduan tersebut.

“Aduan di PTSP sudah diterima, langkah selanjutnya adalah terhadap pengaduan tersebut sudah ditelaah dan sisa menunggu petunjuk pimpinan untuk kemudian ditindaklanjuti mengeluarkan Sprindik Surat Penyelidikan,” jelas Dody saat di konfirmasi.

Sebelumnya, kasus korupsi pembangunan Jembatan Cirauci II dengan anggaran sebesar Rp2,1 miliar telah diputus oleh PN Kendari pada 23 Juli 2024, di mana kedua terdakwa dinyatakan bersalah. Namun, keterlibatan Burhanuddin sebagai KPA dalam proyek tersebut masih menjadi perdebatan dan disoroti oleh berbagai pihak, termasuk aktivis dan akademisi.

Menanggapi itu, akademisi hukum dari Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra), La Ode Bariun, menilai sangat aneh jika dalam kasus korupsi sebesar ini tidak ada pejabat negara yang terlibat.

“Dalam kasus korupsi, biasanya ada banyak pihak yang terlibat, termasuk penyelenggara negara. Jika hanya kontraktor yang disalahkan, itu sangat janggal,” ungkapnya.

Bariun juga menekankan pentingnya pembuktian dari pihak kejaksaan.

“Kalau dari fakta-fakta sidang sudah ada dugaan, berarti tinggal jaksa saja yang membuktikannya, dalam persidangan jika jaksa tidak dapat membuktikan itu tetapi sangat ironi kalau hanya wiraswasta yang terlibat,” ungkapnya. (**)

Comment