KENDARI, EDISIINDONESIA.id – Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) khususnya di bidang pangan atau kuliner di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagian besar belum memiliki sertifikat halal.
Hal tersebut disampaikan, Kepala Bidang Auditing Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Sultra, Reni E Daga.
Reni mengatakan, bahwa hal itu disebabkan minimnya kesadaran dan pengetahuan terkait cakupan halal. Di mana, masih banyak masyarakat beranggapan makanan tersebut halal asal tidak mengandung daging haram, misalnya babi.
Padahal kata dia, cara menyembelih hewan juga menentukan hewan tersebut menjadi haram atau halal.
“Yang sebenarnya di sertifikasi halal itu bukan sesuatu yang sudah jelas, tapi yang subhat, jadi kita tidak tahu ini halal atau tidak, sebenarnya itu yang menjadi titik pointnya kenapa sertifikat halalnya tidak ada,” jelasnya.
“Untuk Sultra sendiri, sertifikasi halal kalau pangan itu kita termasuk yang sangat sedikit, kurang lebih untuk tahun ini pun di 2023 baru 1 yang kami keluarkan, untuk di tahun lalu itu tidak sampai 100 sertifikat halal dari sekian banyaknya pelaku usaha,” tambah Reni.
Ia mengimbau masyarakat agar membuat sertifikat halal di LPPOM MUI Sultra. Di mana para pelaku usaha bisa mendaftar melalaui SIHALAL website dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan membuka website ptsp.co.id.
Para pelaku usaha diarahkan untuk membuat akun terlebih dulu dan pastikan saat pembuatan akun telah mempunyai NIB dan email yang aktif.
Setelah membuat akun, persyaratan dokumen dapat dicek melalui SIHALAL untuk kemudian didownload dan dilengkapi.
Jika para pelaku UMKM masih tidak memahami syarat dan alur pendaftaran dapat datang langsung ke LPPOM Sultra di Ummusabri lantai 2, pelayanan mulai hari Senin-Jumat dari pukul 09.00-15.00 Wita.
“Jadi kalau mau konsultasi dulu mau cari tau awalnya seperti apa silahkan kunjungan ke LPPOM kita akan jelaskan tahap demi tahap,” jelasnya.
Sementara untuk pengurusan sertifikat halal Reni menyebut dikenakan biaya bervariatif sesuai standarisasi yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA), Keputusan Kepala BPJPH Nomor 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH dan Peraturan BPJPH Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembayaran Tarif Layanan BLU BPJPH.
Di mana komponen biaya permohonan sertifikat halal untuk barang dan jasa per sertifikat untuk Usaha Mikro dan Kecil Rp. 350 ribu, usaha Menengah Rp. 5 juta dan Usaha Besar dan/atau berasal dari luar negeri Rp. 12,5 juta.
“Itu hanya untuk BLU belum untuk biaya lainnya. Kalau lewat Sehati sertifikasi halal gratis itu Rp0, kalau untuk yang mandiri itu berbeda tergantung, misalnya biaya mulai dari saat ini yah itu minimal Rp5 juta itu sampai 4 tahun. Dulu hanya 2 tahun sekarang 5 sampai 6 juta itu untuk 4 tahun,” jelasnya.
Reni juga menyampaikan sampai saat ini pihaknya masih terus melakukan sosialisasi terkait sertifikat halal, mengingat undang undang JPH Nomor 33 tahun 2014, memandatoring di tahun 2024 semua prodak yang ada di Indonesia wajib sertifikasi halal.
“Semoga semua stakeholder bisa bekerja sama, baik bagian dari pemerintah, masyarakat sendiri utamanya pelaku usaha yang harus mulai peduli tentang halal,” tutupnya. (**)
Comment