EDISIINDONESIA.id- Kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam menangani dugaan pelanggaran kode etik mendapat sorotan tajam dari Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Wakil Ketua Komisi II DPR, Bahtra Banong, menyampaikan kritik tersebut dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 5 April 2025. Kritik tersebut disampaikan kembali melalui siaran ulang Youtube Parlemen pada Selasa, 6 Mei 2025.
Bahtra Banong menilai DKPP kurang memprioritaskan penanganan kasus pelanggaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024.
Ia menyoroti fokus DKPP yang lebih tertuju pada kasus-kasus pribadi, seperti perselingkuhan penyelenggara pemilu, ketimbang pada isu substansial yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu dan pilkada.
“DKPP harus memprioritaskan kasus-kasus yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu dan pilkada, bukan kasus-kasus pribadi seperti perselingkuhan,” tegas Bahtra.
Ia menambahkan bahwa penanganan kasus PSU di 19 daerah yang mengakibatkan 12 daerah kembali digugat ke MK menunjukkan ketidakmaksimalan kinerja DKPP.
Gugatan tersebut menyoroti masalah ketidaknetralan penyelenggara pemilu, politik uang, dan pelanggaran serupa lainnya.
Bahtra juga menyoroti inkonsistensi sanksi yang diberikan DKPP. Ada penyelenggara pemilu yang mendapat sanksi ringan meskipun telah melakukan pelanggaran berulang, sementara yang lain dipecat setelah melakukan pelanggaran pertama. Hal ini menunjukkan adanya ketidakprofesionalan dalam penegakan sanksi.
“DKPP harus kembali fokus pada tugas utamanya, yaitu mengawasi dan menindak dugaan pelanggaran etika penyelenggara pemilu,” pungkas Bahtra. Ia berharap DKPP dapat lebih konsisten dan profesional dalam menjalankan tugasnya.(edisi/rmol)
Comment