EDISIINDONESIA.com – Dua oknum polisi terdakwa kasus kekerasan kepada jurnalis Tempo Nurhadi divonis Majelis Hakim 10 bulan penjara. Kedua terdakwa dinilai terbukti bersalah melanggar tindak pidana pers.
Menanggapi hal itu, Dewan Pers heran kenapa dua terdakwa yang merupakan oknum polisi tidak ditahan.
Padahal, dalam amar putusannya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan keduanya bersalah. Amar putusan terhadap oknum Bripka P dan Brigadir MFS dibacakan di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (12/1).
Seperti dilansir dari Antara oleh JPNN.com, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers M Agung Dharmajaya menghargai keputusan hakim tersebut.
“Menurut saya menjadi sesuatu yang menarik, kasusnya jelas disampaikan kerugian ada. Pertimbangan majelis dihormati. Namun, putusan sepuluh bulan tidak ditahan menjadi atensi serius untuk didiskusikan dari teman-teman lawyer,” ucapnya.
Agung menyatakan pandangannya seusai menghadiri persidangan kasus penganiayaan jurnalis Tempo Nurhadi di Pengadilan Negeri Surabaya.
Menurut dia putusan pengadilan tersebut juga lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni menuntut masing-masing terdakwa selama 1,5 tahun kurungan penjara.
Dia heran mengapa hakim tak memerintahkan penahanan kepada terdakwa, padahal sudah divonis bersalah dengan hukuman pidana penjara selama 10 bulan.
“Hal yang tidak kami dengar adalah penahanan. Ini mudah-mudahan harus ada penjelasan terkait keputusan yang sudah diambil,” katanya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Winarko mengatakan hakim belum mengeluarkan perintah penahanan. Kedua terdakwa baru akan dijebloskan ke penjara ketika kasus telah inkrah.
“Nanti penahanan menunggu inkrah. Ada waktu satu minggu untuk terdakwa atau jaksa melakukan banding, ketika tidak ada baru dieksekusi untuk penahanan,” ucapnya.
Sebelumnya, dua terdakwa penganiaya Jurnalis Tempo di Surabaya Nurhadi, divonis sepuluh bulan penjara.
Mejelis Hakim Muhammad Basir menilai kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar tindak pidana pers sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
“Mengadili menyatakan terdakwa terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana pers secara bersama sebagaimana dakwaan pertama,” kata majelis hakim.
Kasus ini bermula saat Nurhadi diduga dianiaya oleh sekitar sepuluh orang ketika berusaha mewawancarai bekas Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji pada 27 Maret 2021.
Saat itu Angin sedang menggelar resepsi pernikahan anaknya di Gedung Graha Samudra TNI Angkatan Laut, Bumimoro, Surabaya.
Dia diduga terlibat skandal korupsi pajak. Ketika ketahuan, sejumlah oknum anggota polisi dan panitia acara memukul, mencekik, menendang dan merusak alat kerja Nurhadi.
Nurhadi mengatakan dia pertama kali didatangi saat mengambil foto Angin Prayitno Aji di atas pelaminan. (Antara/Jpnn)
Comment